Sedikit Catatan Aksi Kawal Putusan MK di Kota Kelahiran Jokowi

Sedikit Catatan Aksi Kawal Putusan MK di Kota Kelahiran Jokowi 

Massa aksi kawal putusan MK di depan Balai Kota Solo


Rabu, 21 Agustus 2024, ada kemarahan warganet di media sosial. Kemarahan dipicu ketika Badan Legislatif (Baleg) DPR RI tiba-tiba menganulir putusan MK yang membatalkan putusan soal abang batas dan perhitungan umur di Pilkada.

Setelah selesai bekerja, malam saya membuka Instagram, postingan “Peringatan Darurat” berwarna biru dengan logo Garuda di tengah memenuhi beranda Instagram saya. Semakin malam, seruan darurat itu semakin masif.

Rasa-rasanya, gerakan di sosial media ini bakal berlanjut di jalan. Terlebih ketika saya menghubungi teman-teman BEM di UNS mereka membenarkan sedang ada konsolidasi Rabu malam. 

Aksi di Balai Kota

Esok harinya Kamis, 22 Agustus 2024, benar saja, ada seruan aksi di dua titik. Pertama di Balai Kota Solo dan Tugu Tani Kartasura Sukoharjo. Namun entah kenapa, sampai malam hari, aksi di Tugu Tani tidak jadi.

Saya akhirnya memutuskan ke Balai Kota Solo. Kebetulan saya juga bertugas meliput. Berdasarkan edaran pamflet, aaski di Balai Kota akan dimulai pukul 09.00 WIB. Panflet lain tertulis pukul 12.00 WIB.

Kumpul di Gladak


Saya stand by di sekitar Balai Kota sekitar pukul 13.00 WIB, namun belum ada pergerakan. Setengah jam setelahnya, sekitar pukul 13.30 WIB ratusan massa aksi dari elemen masyarakat dan mahasiswa berkumpul di depan belakang patung Slamet Riyadi Solo atau di bundaran Gladak.

Jalan Mundur

Sekitar pukul 14.00 WIB massa aksi mulai jalan mundur dari Patung Slamet Riyadi menuju Balai Kota Solo. Mereka membawa spanduk bertuliskan nada protes dan agak provokatif, seperti “Tukang Kayu Sedang Mempersiapkan Kursi untuk Anaknya.”

Mereka juga membawa sejumlah boneka, salah satunya berbentuk pocong. Boneka pocong yang dibawa menjadi simbol matinya konstitusi dan keberlangsungan demokrasi yang terancam.
Spanduk bernada protes

Mereka juga menyanyikan lagu-lagu pergerakan dan yel-yel secara bersama. Lalu dengan cara berjalan mundur, massa aksi menuju Balai Kota Solo.

Ketika ngobrol dengan Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi yang juga Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS Solo, Agung Lucky Pradita. Dia bilang aksi jalan mundur itu sebagai simbol kemunduran demokrasi di Indonesia.

Jalan mundur dari Gladak ke Balai Kota


Lalu sesampai di depan Balai Kota Solo orasi dimulai. Sejumlah toko aktivis di Solo turut hadir. Salah satunya adalah Pendiri dan Dewan Pembina Mega Bintang Mudrick Sangidu. Aktivis dan tokoh pergerakan Reformasi 1998 itu memberikan orasi. Dia mengingatkan agar rakyat Indonesia tetap menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Mudrick Sangidu (duduk di tengah) menyampaikan orasi

Orasi terus berjalan secara bergiliran. Suasana agak memanas pada pukul 16.00 WIB massa mulai membakar ban tepat di depan Balai Kota Solo. Mereka juga membakar boneka berbentuk pocong yang bergambar wajah Jokowi.

Mahasiswa mulai membakar ban


Debat dengan Wakapolresta

Selang beberapa waktu, saya melihat sejumlah mahasiswa mendekat ke Wakapolresta Solo, AKBP Catur Cahyono. Mahasiswa minta agar massa bisa masuk ke area Balai Kota. Namun tidak diperbolehkan.

Sempat terjadi perdebatan antara sejumlah mahasiswa dengan AKBP Catur Cahyono. Cukup lama. Mungkin hampir 15 menit. 

Ketika kami, awak media menemui AKBP Catur Cahyono setelah aksi, mengatakan bahwa ketegangan dengan mahasiswa itu hanya upaya untuk memastikan tidak ada provokator.

“Tadi agak debat karena kami juga ingin memastikan bahwa mahasiswa yang masuk betul-betul steril dan betul-betul tidak tercampur atau ada yang menunggangi,” kata dia.

Massa Aksi Masuk ke Balai Kota, Aparat Menghadang

Hingga akhirnya, sekitar pukul 17.00 WIB massa mulai masuk ke Balai Kota Solo melalui jalan sebelah utara. Namun aparat keamanan langsung menghadang. Sempat terjadi aksi dorong mendorong antaran pihak aparat dan massa. 
Mahassiwa dan aparat saling dorong 

Setelahnya polisi dengan peralatan lengkap langsung berjaga tepat di depan pendapa. Mereka bersiaga dengan tameng dan tongkat. Ada juga dua ekor anjing terlatih yang disiapkan.

Meski sempat bersitegang, massa aksi akhirnya diperbolehkan masuk untuk menyampaikan tuntutan. Pelan-pelan sambil menyanyikan lagu-lagu pergerakan mereka menuju ke lapangan atau halaman Balai Kota Solo.
Arpat dengan peralatan lengkap hadang massa aksi

Tepat di depan Pendapa, massa berhadapan langsung dengan aparat keamanan dari Brimob dan Sabhara. Suasana sedikit tegang ketika kedua pihak, baik dari aparat maupun dari massa aksi sama-sama memberikan orasi untuk tidak gentar. 

4 Tuntutan Dibacakan di Depan Balai Kota Solo

Namun sejak awal, massa yang mayoritas terdiri dari mahasiswa Soloraya itu hanya ingin menyampaikan empat tuntutan. Sambil membelakangi aparat keamanan, dan menghadap Pasar Gede Solo, mereka membacakan tuntutan. Tentu sambil direkam.
Mahasiswa membacakan empat tuntutan dan 18 dosa Jokowi di depan Balai Kota Solo

Tuntutan pertama, menolak dengan tegas dan keras, atas revisi undang-undang yang telah disahkan secara mendadak dan telah mencederai konstitusi.

Kedua, menuntut DPR RI untuk membatalkan rancangan undang-undang yang sudah disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Ketiga, Mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjaga marwah dan berprinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat. KPU harus berpegang teguh pada aturan hukum yang sudah ditetapkan pada putusan MK Nomor 60/PUU-XXI/2024 dan putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum.

Keempat, Pulangkan paksa Presiden Jokowi ke Kota asalnya, Solo, karena dianggap sudah merusak tatanan negara dengan dosa yang sudah dilakukan. Mereka juga membacakan 18 dosa Jokowi.

18 dosa Jokowi yang dibacakan mahasiswa


Membubarkan Diri dengan Damai

Setelah membacakan tuntutan massa aksi secara damai, massa aksi meninggalkan lapangan Balai Kota Solo. Sambil melambaikan tangan dan tepuk tangan kepada aparat keamanan, mereka keluar dari area Balai Kota Solo. Aksi berakhir sekitar pukul 17.30 WIB.

Massa aksi yang dinamai sebagai Koalisi Indonesia Melawan (KIM) itu, pada dasarnya ingin merespon keadaan demokrasi dan situasi politik nasional hari ini. 

Seperti yang dikatakan Agung, Presiden BEM UNS, sengaja memilih Balai Kota Solo menjadi tempat aksi. Sebab Balai Kota Solo adalah simbol kekuasaan di mana Presiden Jokowi bermula di situ. Carut-marut demokrasi hari ini, bermula dari Balai Kota Solo.

Setidaknya, mahasiswa yang mengikuti aksi pada sore itu berasal dari berbagai kampus di Soloraya seperti UNS, IIM, UIN Raden Mas Said, UDB, Unisri, dan lainnya. Selain itu dia mengatakan terdapat organisasi pergerakan mahasiswa lain yang turut ikut serta seperti GMNI, PMII, IMM, dan lainnya.
Penulis/Jurnalis

Post a Comment

Silahkan tinggalkan komentar
© Dhima Wahyu Sejati. All rights reserved. Developed by Jago Desain